Pilihan
“Kayaknya
kesempatan kedua nggak ada dikamus hidup kamu, ya?”
“Untuk
apa jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya? Bukankah rasa sakitnya sama
saja?”
“Anak
kecil yang jatuh menangis beribu kali untuk menyeimbangkan sepedanya saja masih
punya semangat untuk bangkit lagi. Kenapa kamu nggak?”
“Karena
itu sudah pilihan saya sejak awal.”
“Nggak
memilih bukan berarti nggak akan mengalaminya, kan? Garis di tanganmu sudah
tergambar jauh sebelum kamu ada. Sejauh apapun kamu menghindar, kalau memang
itu takdirmu ya nggak bisa diubah. Sejauh apapun kamu berlari,
kalau yang dikerjar semakin menjauh ya mustahil untuk nggak lelah.
Harusnya kamu sadar, dia kembali bukan untuk kamu.”
“Sekarang
bukan waktu yang tepat.”
“Nggak
akan ada waktu yang tepat selama kamu terpaku dengan prinsip itu.”
“Semua
orang mengejar apa yang mereka inginkan bukan apa yang orang lain inginkan.
Berani mencintai, berani juga merelakan. Mereka bukan anak kecil yang terobsesi
untuk lancar menyeimbangkan sepedanya. Mereka juga bukan mobil mainan
dengan remote control yang bisa mundur dengan mudahnya. Begitu
pula saya.”
“Seburuk
itukah masa lalu? Seburuk itukah saya?”