“Beristirahatlah, saya nggak mau sesuatu
terjadi padamu.”
“Bukankah momen ini yang
selalu kita tunggu-tunggu? Sebentar lagi, ya.” pinta saya padanya.
“Tetap
jadi dirimu yang saya kenal, yang seperti ini, dan akan selalu begini.” saya
mengangguk mengerti.
“Nggak
lama, ya, hari sudah semakin gelap.”
Terkadang,
sesuatu yang indah hanya datang sebentar saja. Tanpa ucap permisi dan salam
perpisahan. Tanpa minta untuk jadi teman atau musuh. Seperti momen yang sedang
kami nikmati saat ini, momen dimana matahari sedang mengantuk dan segera tidur
untuk mengumpulkan semangatnya menerangi dunia esok; senja.
Tidakkah
ada momen yang lebih indah dari ini?
Jika
saya boleh minta sesuatu dan minta untuk dikabulkan, tolong hapus senja.
Tolong hapus dimana saya sedang tertawa lepas berlarian di tanah lapang
dengannya dan merebahkan tubuh di atas rumput hijau, menikmati senja sambil
menutup mata lalu mengizinkan angin untuk bermain di depan kami.
Dengan
begitu indahnya, matahari yang mulai menjingga berubah begitu saja saat saya
sadar matahari sudah tertidur lelap dan dia yang menjauh dari pandangan saya.
Senja
selalu memberi saya harapan padanya untuk mengajak saya menikmati senja lagi,
senja selalu memberi saya memori kala itu yang mengikis hati, senja selalu
memberi saya senyum yang lebar dan tawa yang lepas. Setelah itu, ya sudah,
semua kembali seakan tidak terjadi apa-apa.
Nggak
ada lagi menikmati senja, nggak ada lagi berlarian di tanah lapang, nggak ada
lagi bermain hujan, dan nggak ada lagi dia yang entah kapan akan kembali.
Terima
kasih, Senja. Kamu sudah menyadarkan saya bahwa saat bersamanya
adalah yang terindah dan yang terjadi sekali seumur hidup saya.